Sunday, December 30, 2012

Kokodosu: Lezatnya Cha-soba dan Dessert serba Maccha di Seputaran Kiyomizudera



Gara-gara kemaren habis ngepo blog kuliner Jogja akibat kangen masakan Indonesia, akhirnya jadi terpikir buat nulis pengalaman kulinerku sendiri. Dan untuk kuliner edisi perdana ini, diputuskanlah buat nulis tentang salah satu tempat makan yang berkesan buatku selama kuliah di Kyoto, Jepang. Siapa tahu bermanfaat buat referensi, kalau ada yang pengen jalan-jalan ke Kyoto :)

Warung yang kubahas kali ini namanya ‘Kokodosu’ (jangan ditanya artinya apa, soalnya aku juga nggak yakin :P ), sebuah tempat makan bernuansa Jepang tulen yang terletak di sekitar Kiyomizudera (kalau mau tahu tentang Kizomizudera—salah satu tempat tujuan wisata utama di Kyoto—boleh nanya ke mbah google. Kapan-kapan kalau ada waktu mungkin juga akan kutulis). Lebih tepatnya, warung ini ada di tepi jalan Kiyomizumichi, yang pasti dilewati kalau habis pulang dari Kiyomizudera. Pokoknya, kalau pulang dari Kiyomizudera, ikuti aja jalanan yang penuh toko oleh-oleh sampai ketemu parkiran mobil umum di sebelah kanan. Beberapa meter dari area parkir itu, di seberang sebelah kiri kalian akan bisa menemukan warung ini (kalau belum pindah lho ya). 

Jalanan Kiyomizumichi

Ini dia si 'Kokodosu'

Nuansa Jepang langsung terasa sangat kental begitu kita memasuki tempat makan yang nggak begitu luas ini. Pelayan dan kokinya adalah sepasang suami istri Jepang, yang menjalankan bisnis rumah makan ini berdua saja (romantis ya :P ). Menu utamanya adalah berbagai sajian cha-soba alias soba teh, yaitu sejenis mi asli Jepang, soba, yang dibuat dengan campuran teh hijau. Makanya, mi di warung ini warnyanya hijau, mirip mi bayam di Indonesia :) 

Di dalam, nuansanya tradisional Jepang, nice and calming :)

Mi yang kupesan adalah cha-soba yang disajikan dengan kuah kaldu dashi ikan, dengan toping sederhana berupa irisan kamaboko (semacam baso ikan) dan daun bawang. Simple, but delicious! Tekstur mi-nya kenyal dan agak licin, sedikit beda dengan tekstur mi soba biasanya. Rasa mi-nya sendiri juga lebih gurih berkat campuran teh hijau. Apalagi dinikmati dengan kuah kaldu yang segar tapi berasa ikannya, mantap deh! Cha-soba sendiri termasuk makanan yang agak jarang ditemukan di rumah makan Jepang, dibandingkan dengan soba biasa. So, it’s highly recommended! 

Cha-soba!!!

Selain menu utamanya yang maknyus, pilihan hidangan penutupnya pun nggak kalah menggoda, lho. Pokoknya semua menu dessert yang ada es krim maccha (teh hijau)-nya, recommended lah, hehehehe. Salah satunya adalah fruits anmitsu yang kupesan, berupa buah-buahan dan sejenis mochi yang ditata di gelas tinggi, dengan es krim maccha di puncaknya. Pas mau dimakan, mochinya dituangi kuromitsu, sejenis gula cair berwarna kehitaman. Rasa manis mochi dan kuromitsu, segarnya buah-buahan, dan agak-pahit-pahit-gimana-gitu-tapi-enak-nya es krim maccha, benar-benar jadi perpaduan yang luar biasa. Pas banget lah buat dinikmati di siang hari musim panas! 

Fruits Anmitsu (sebelum dituangin gula cair)

Siap disantap!! XDD

Pesenan teman, lupa namanya, pokoknya pake maccha! :D

Untuk masalah harga, tepatnya sih aku udah lupa ^^; tapi kalau nggak salah, baik menu utama maupun dessert-nya berkisar antara 600-800 yen, pokoknya masih di bawah 1000 yen, masih terhitung lumayan terjangkau untuk ukuran kuliner di daerah tujuan wisata. Rasanya juga uenak, jadi nggak rugi lah :D

Jadi, gimana? Udah kepengen nyobain cha-soba dan maccha dessert? K
alau ada kesempatan main ke Kyoto, wajib tuh liat-liat Kiyomizudera, terus jangan lupa mampir di ‘Kokodosu’ ya! *dibayar berapa nih buat ngiklan? (^w^)/

Saturday, December 15, 2012

Sedikit Cerita dari Kyoto International Manga Museum




Mungkin karena siang tadi habis mengunjungi tempat penuh kenangan ini lagi setelah lewat 1,5 tahun, rasanya jadi ingin berbagi sedikit cerita :)

Ngomong-ngomong, ini tulisan pertama setelah 2 tahun! (>0<)/


Jalanan menuju museum

Salah satu tempat paling memorable buatku selama setahun tinggal di Kyoto (selain kampus Kyokyodai dan Mukaijima Gakusen Center tentunya) adalah tempat ini, Kyoto International Manga Museum. Di tempat inilah aku menghabiskan hampir setiap akhir pekanku selama beberapa bulan, bukan untuk sekedar main-main atau baca komik (sayangnya), tapi untuk menjalankan tugas sebagai volunteer.

Gimana ceritanya sampai aku bisa jadi volunteer di sini? Awalnya sih dari program 'internship'-nya Kyoto Kyoiku Daigaku. Untuk bisa lulus program Japanese Studies di kampusku tersebut, para mahasiswa asing penerima beasiswa monkasho diwajibkan mengikuti program yang disebut 'internship', yang intinya, para mahasiswa asing ini diminta untuk belajar tentang bahasa dan budaya Jepang dengan cara terjun langsung ke masyarakat. Kami diberi kebebasan untuk mengikuti program-program masyarakat sekitar, salah satunya adalah menjadi volunteer seperti yang akhirnya kupilih. Karena bebas memilih kegiatan ataupun tempat, otomatis pilihanku jatuh pada museum satu ini, yang tentunya bertaburan segala hal yang berkaitan dengan manga, anime, dan material komik yang dulu awalnya memotivasiku belajar bahasa Jepang.


Menuju pintu masuk

Berkat bantuan seorang teman yang menemaniku mengutarakan niat menjadi volunteer di museum, akhirnya aku diizinkan untuk menjadi volunteer di museum ini. Tentu saja aku senang sekali waktu itu, soalnya tiap minggu bisa 'main' di museum yang dindingnya dipenuhi manga, dengan gratis pula (pas itu admission fee-nya 500 yen). Tapi, bukan berarti di museum itu kerjaanku cuma senang-senang saja. Di sana, aku dipercaya untuk menjadi guide bahasa Inggris bagi para pengunjung museum yang datang dari luar negeri. Tugas yang sebenarnya agak berat buatku, yang nggak pernah pinter ngomong di muka umum. Pake bahasa Inggris lagi! Padahal tiap hari udah kebiasa ngomong pake bahasa Jepang, rasanya pas disuruh ngomong english jadi kagok :(

Sempat down juga saat itu, tapi untunglah semua bisa berjalan dengan lancar sampai akhirnya aku berhenti jadi volunteer karena harus kembali ke Indonesia :)


Papan nama di depan museum

Akhirnya, siang tadi aku kembali menginjakkan kaki di tempat yang tak terlupakan ini. Satu setengah tahun sudah lewat, tapi aku masih hafal betul setiap tempat yang ada di dalam manga museum. Lorong-lorongnya, dindingnya yang tertutup rak penuh manga, lantai kayunya yang berdecit, tangga-tangga tuanya... Even now, I can still guide you inside the museum!

Salah satu hal yang membuatku sangat gembira kembali ke museum ini adalah, ternyata beberapa staf museum masih ingat padaku. Mbak resepsionis yang cantik dan keren banget kalo cosplay jadi cowok itu (no photos, sorry :P ), Pak manajer yang menyapaku ramah, dan staf ruang penelitian yang menyambutku dengan penuh senyum. So glad too meet them again :) Berkat mereka juga, akhirnya aku bisa menerobos masuk museum dengan gratis (lagi, hehehe). Lumayan juga, soalnya entah sejak kapan admission fee-nya naik jadi 800 yen :D


Icon Manga Museum, patung phoenix dari komik Osamu Tezuka. Di depannya ada mbak-mbak kamishibai lagi lewat :P

Dan tibalah saatnya aku mengucapkan selamat tinggal pada beberapa koleksi komik Indonesiaku. Aku memutuskan untuk mendonasikan komik-komik itu, soalnya sejauh yang kutahu koleksi komik Indonesia di museum ini sangaaaaaaaaat terbatas (cuma pernah liat Panji Tengkorak). Watanabe-san, staf ruang penelitian museum menerima komik-komik yang kubawa itu dengan senang hati, dan kami pun mengobrol ngalor-ngidul dengan topik yang tak jauh dari manga, tepatnya komik di Indonesia. Sampai akhirnya aku cerita soal skripsiku yang meneliti pengaruh manga Jepang terhadap komik Indonesia, dan tanpa disangka Watanabe-san meminta softcopy skripsi yang meluluskanku dari bangku kuliah tahun ini. Beliau berkata bahwa kalau tak keberatan skripsi itu akan ditaruh di rak khusus ronbun di ruang penelitian manga museum (Padahal skripsinya pakai bahasa Indonesia, hahaha :D ) Senang juga karena karyaku bakal ditaruh di museum, walaupun sebenarnya aku berharap bisa menyumbangkan komik buatanku sendiri...

Dari situlah semangatku kembali muncul. Yappari, aku memang harus berusaha lagi. Menggambar komik lagi, agar suatu saat bisa menunjukkan karyaku dengan bangga pada mereka, orang-orang yang sudah menginspirasi dan memberiku semangat, seperti para staf museum, dan juga advisorku di kampus Kyoto yang selalu mendorongku untuk menggambar manga.

Yosh!

Terus... untuk yang ingin tahu seperti apa manga museum, berikut ini ada beberapa foto terbaru yang berhasil kuambil. Banyak bagian dalam museum yang dilarang untuk diambil fotonya demi melindungi hak cipta, jadi cuma bisa ambil sedikit (>_<)